UPGRIS BERSASTRA







                             
UPGRIS BERSASTRA
  

 Dalam rangka merayakan Bulan Bahasa,Universitas PGRI Semarang mengadakan acara bedah buku
dengan Tema”UPGRIS BERSASTRA” dengan menyelenggarakan acara gelar 3 Buku , 3 Kritikus,3 Pembaca,dan 1 Pengarang pada Rabu (19/10) di gedung balairung Universitas PGRI Semarang.Acara ini dihadiri oleh orang-orang penting seperti Bapak Rektor UPGRIS Dr Muhdi SH Mhum,Wakil Rektor 1 Dra Sri Suciati Mhum,Pengarang buku Trianto Triwikromo, Harjito yang merupakan salah satu Dosen di UPGRIS , dan Ketiga Kritikus yang bernama Nur Hidayat,S Prasetyo Utomo, dan Widyanuari Eko Putra,Dimeriahkan oleh kelompok musik Biscuitt Time, dan tentunya di hadiri juga oleh Mahasiswa/I UPGRIS itu sendiri.
   Acara ini dibuka dengan penampilan dari Bisciutt Time, yang personil nya merupakan mahasiswa/I UPGRIS itu sendiri.Pada penampilan pertamanya mereka membawakan sebuah lagu yang berjudul”Aku Ingin Mencintaimu tapi Tak Tau Caranya”, yang mampu membuat mahasiswa/i bersemangat untuk mengikuti acara selanjutnya.Mereka juga melanjutkan dengan Lagu Puisi yang berjudul”Sosiloqui”,dan lagu “Menjelma Puisi”.Sungguh opening yang sangat menghibur.
   Pada pukul 09.30 Mahasiswa/I Sangkatama menghibur dengan Pembacaan puisi dan Peragaan Tari.Ada kata-kata yang cukup menarik disini yang berbunyi,”Jangan pernah bercermin.kenapa?karna cermin hanya untuk manusia yang mau ditipu”.Dan ketika Dekan FPBS naik keatas podium , kalimat nya juga sangat cukup menarik,dia berkata”Bersastra bukan hanya milik anak FPBS saja, tetapi milik kita semua,warga indonesia yang cinta akan sastra”.Kalimat itu disambut tepuk tangan yang meriah dari seluruh hadirin yang memenuhi ruang balairung tersebut.
  
  Pada pukul 10.55 dimulai lah acara bedah buku Triyanto Triwokromo yang di moderatori oleh Harjito,Host yang bisa dibilang tidak membosankan.Dimana pada acara bedah buku tersebut ada 3 buku yang siap-siap untuk di kritik,3 buku tersebut adalah Bersepeda ke Neraka,Selir Musim Panas,dan Sesat Pikir Para Binatang.
       Nur Hidayat merupakan Kritikus yang pertama,Beliau mengatakan cerita Triyanto melampaui lebih jauh.Seperti membuat dialog , terlalu metrofiksi.Seperti Gusdur(perwalian) telah membuat banyak sastra,tetapi tidak banyak yang membaca.Namun itu bukanlah suatu masalah,percuma juga banyak yang membaca tetapi tidak memahaminya.***
    Pengarang kelahiran Salatiga,15 September 1964 ketika berkesempatan naik ke atas podium sempat berkata”Saya Gementar,mungkin karna saya terlalu bahagia.Saya tidak pernah dirayakan seperti ini.Ini merupakan hadiah terindah bagi hidup saya yang tidak akan pernah saya lupakan”.Beliau juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh yang telah mempersiapkan berlangsung nya acara tersebut.Karya-karya beliau telah beredar dimana-mana,bahkan 4 karya nya telah di terjemahkan ke bahasa Inggris,Prancis,Swedia,dan Jerman.Sungguh prestasi yang membanggakan.
  S.Prasetyo Utomo merupakan kritikus kedua ,Beliau mengatakan bahwa Triyanto merupakan kawan baik dan buruknya.Dirinya merasa cemburu berat kepada triyanto,yang sewaktu kuliah merupakan 2 tahun di bawah nya.Yang telah berkali-kali mendapatkan penghargaan ke Jakarta,dari Kompas dan lainnya.Beliau juga menambahkan , bahwa Triyanto selalu membawa karya-karyanya yang dimaknai teks dan teorinya.Tidak hanya dari teks saja tetapi juga dari kehidupan pengarangnya yaitu triyanto yang dia banggakan.Juga bersifat intelektualitas, dimana pengarang(triyanto) mampu memahami teks dengan teks yang lainnya.
   Pada kesempatannya sebagai host,Harjito juga sempat melemparkan pertanyaan kepada Triyanto,Beliau bertanya”Banyak binatang dalam cerpen anda, apa binatang itu sexy?”tanya Harjito.Triyanto menjawa”Karena kita adalah binatang,butuh waktu berabad-abad untuk menjadi manusia,Karena kita seseungguhnya adalah binatang.Menjadi manusia itu berat”.Triyanto juga sempat mengatakan,” karena kehidupan kita terlalu banyak kekerasan dan darah-darah”.
    Pengarang yang pernah mendapatkan Penghargaan Peraih Anugrah Tokoh Seni Tempo 2015 itu akhirnya menutup kesempatan berbicaranya dengan kalimat terakhir,”Jika bunuh diri menjadi agama yang paling cocok,Siapakah Tuhanmu?” yang diikuti dengan tepuk tangan dari para hadirin.Dimana Harjito sebagai host juga mengakhirinya dengan kalimat yang tak kalah menariknya,”Selalu ada yang hilang,selalu ada yang tidak kembali”.Akhirnya acara tersebut selesai dengan berjalan lancar.Terlihat satu per satu hadirin mulai meninggalkan ruangan dengan senyum yang mengembang.Sepertinya mereka puas dengan hasil Bedah Buku Triyanto tersebut.Karena tidak akan ada hal yang sia-sia.Semuanya pasti memberikan pelajaran berharga kepada kita semua.Semoga Triyanto terus berkembang dengan karya-karyanya dan kita juga bisa mengikuti jejak beliau.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Skenario pembelajaran